Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Oktober 2010

KEWAJIBAN BERTAUHID DAN MENJAUHI KESYIRIKAN

Apa Tujuan Diciptakannya Jin Dan Manusia ?
Banyak akal yang salah dalam menjawab pertanyaan ini dan banyak pemahaman yang membingungkan dalam perkara ini, kecuali akal yang tersinar wahyu Ilahi yang terbimbing dengan wahyu tersebut serta mengikuti para rosulNya.

SIKAP SEORANG MUSLIM TERHADAP HARI RAYA ORANG-ORANG KAFIR

Penulis :Asy Syaikh Soleh Al Fauzan
Di negeri kaum muslimin tak terkecuali negeri kita ini, momentum hari raya biasanya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh orang-orang kafir (dalam hal ini kaum Nashrani) untuk menggugah bahkan menggugat tenggang rasa atau toleransi –ala mereka- terhadap kaum muslimin. Seiring dengan itu, slogan-slogan manis seperti: menebarkan kasih sayang, kebersamaan ataupun kemanusiaan sengaja mereka suguhkan sehingga sebagian kaum muslimin yang lemah iman dan jiwanya menjadi buta terhadap makar jahat dan kedengkian mereka.
Maskot yang bernama Santa Claus ternyata cukup mewakili “kedigdayaan” mereka untuk meredam militansi kaum muslimin atau paling tidak melupakan prinsip Al Bara’ (permusuhan atau kebencian) kepada mereka. Sebuah prinsip yang pernah diajarkan Allah dan Rasul-Nya .

Meningkatkan Ketakwaaan kepada Allah ‘azza wa jalla

Buletin Islam AL ILMU Edisi: 37/X/VIII/1431
Para pembaca rahimakumullah semoga Allah menerima amalan-amalan kita dan mengampuni dosa-dosa kita dengan ibadah puasa Ramadhan yang telah kita laksanakan serta mengabulkan doa-doa kita. Takwa, suatu istilah yang pendengaran kita kerap mendengarnya, karena kata takwa merupakan istilah yang pendek akan tetapi sangat besar kandungannya dan orang yang bertakwa akan meraih kebaikan dunia dan akhirat. Untuk lebih memahami kandungannya mari kita ikuti pembahasan berikut ini. Makna Takwa Para ulama telah banyak yang memberikan pengertian tentang takwa diantaranya adalah

Rabu, 29 September 2010

Siapa Para Ulama ?

Penulis: Ustadz Qomar Suaidi

Mungkin muncul pertanyaan, siapakah ulama itu? Hingga kini banyak perbedaan dalam menilai siapa ulama. Sehingga perlu dijelaskan siapa hakekat para ulama itu. 

Untuk itu kita akan merujuk kepada penjelasan para ulama Salafus Shaleh dan orang-orang yang menelusuri jalan mereka. Kata ulama itu sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘alim, yang artinya orang berilmu. Untuk mengetahui siapa ulama, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan ilmu dalam istilah syariat, karena kata ilmu dalam bahasa yang berlaku sudah sangat meluas. Adapun makna ilmu dalam syariat lebih khusus yaitu mengetahui kandungan Al Qur’anul Karim, Sunnah Nabawiyah dan ucapan para shahabat dalam menafsiri keduanya dengan mengamalkannya dan menimbulkan khasyah (takut) kepada Allah.

Bahaya Menyelisihi Ulama

Penulis: Ustadz Qomar Suaidi

Imam Bukhari meriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa ia menyatakan: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa salam berada di majelis dan bicara di hadapan orang-orang, datang seorang Arab badui seraya menyatakan, kapan hari kiamat? Tapi Rasul tetap meneruskan pembicaraannya, sehingga sebagian orang yang ada menyatakan, beliau mendengar apa yang dikatakan tapi beliau tidak suka dengan apa yang dikatakan. Sebagian yang lain menyatakan beliau tidak mendengarnya. Sampai beliau menyudahi pembicaraannya lalu berkata: “Dimana orang yang bertanya tentang hari kiamat?” Maka penanya berkata: “Ini saya ya, Rasulullah”. Beliau berkata: “Jika amanah telah ditelantarkan maka tunggulah hari kiamat”. Ia menyatakan: “Bagaimana terlantarnya?” Jawabannya: “Jika sebuah perkara diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah hari kiamat”. 

Jumat, 17 September 2010

Jaring-jaring Setan itu Bernama Ghuluw

Penulis: Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar
Setan tak hanya menyerang orang-orang yang bergelimang maksiat, namun juga menjerat hamba-hamba-Nya yang gemar beribadah.

Ketika Ghuluw Melanda Kehidupan


Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi

Apa Itu Ghuluw?
Ghuluw, dalam bahasa Arab bermakna: berlebih, naik, dan melampaui batas. (Al-Mujamul Wasith, 2/232. Lihat pula Ash-Shihah, 2/24, dan Lisanul Arab, 15/131)
Dalam terminologi syariat, ghuluw bermakna berlebih-lebihan dalam suatu perkara dan bersikap ekstrem padanya dengan melampaui batas yang telah disyariatkan. (Lihat Fathul Bari karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu, 13/291 dan Ianatul Mustafid Bisyarhi Kitabit Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah, 1/479)1
Ghuluw secara umum terbagi menjadi dua macam: ghuluw dalam hal aqidah (keyakinan) dan ghuluw dalam hal amalan. (Lihat Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu, 1/253)

Jauhi Ghuluw dalam Ibadahmu

Penulis: Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar
Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah golongan yang selamat. Di dalam segala hal, mereka selalu berada pada sikap yang dilandaskan oleh hujjah dan dalil. Berada di atas manhaj wasathiyyah (pertengahan). Tidak berlebihan, tidak pula menggampangkan.

Membantah Pengingkar Adzab Kubur

Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi
يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Ibrahim: 27)

Alam Barzakh, Adzab Kubur yang Menakutkan atau Nikmat Kubur yang Menyenangkan

Penulis: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan
Allah Subhanahu wa Ta’ala di awal surat Al-Baqarah menyebutkan sifat hamba-hamba-Nya yang bertakwa bahwa mereka beriman kepada yang ghaib serta memiliki amalan-amalan yang nampak maupun tidak nampak. Karena kata takwa mencakup semua hal itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib.” (Al-Baqarah: 3)

Macam-macam Adzab Kubur

Penulis: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan
1. Diperlihatkan neraka jahannam
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghafir: 46)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدَهُ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ، إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيُقَالُ: هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya apabila salah seorang di antara kalian mati maka akan ditampakkan kepadanya calon tempat tinggalnya pada waktu pagi dan sore. Bila dia termasuk calon penghuni surga, maka ditampakkan kepadanya surga. Bila dia termasuk calon penghuni neraka maka ditampakkan kepadanya neraka, dikatakan kepadanya: ‘Ini calon tempat tinggalmu, hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala membangkitkanmu pada hari kiamat’.” (Muttafaqun ‘alaih)

Sebab Mendapatkan Adzab Kubur

Penulis: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan
Banyak sekali hal-hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan adzab kubur. Sampai-sampai Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam kitabnya Ar-Ruh menyatakan: “Secara global, mereka diadzab karena kejahilan mereka tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan karena perbuatan mereka melanggar larangan-Nya. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengadzab ruh yang mengenal-Nya, mencintai-Nya, melaksanakan perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-Nya. Demikian juga, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengadzab satu badan pun yang ruh tersebut memiliki ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah) selama-lamanya. Sesungguhnya adzab kubur dan adzab akhirat adalah akibat kemarahan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kemurkaan-Nya terhadap hamba-Nya. Maka barangsiapa yang menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala marah dan murka di dunia ini, lalu dia tidak bertaubat dan mati dalam keadaan demikian, niscaya dia akan mendapatkan adzab di alam barzakh sesuai dengan kemarahan dan kemurkaan-Nya.” (Ar-Ruh hal. 115)
Di antara sebab-sebab adzab kubur secara terperinci adalah sebagai berikut:

Amalan yang Menyelamatkan dari Adzab Kubur

Penulis: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan
Setelah memberitahukan dahsyatnya adzab kubur dan sebab-sebab yang akan menyeret ke dalamnya, baik melalui firman-Nya ataupun melalui lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, dengan rahmat dan keutamaan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberitahukan amalan-amalan yang akan menyelamatkan dari adzab kubur tersebut. 
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Sebab-sebab yang akan menyelamatkan seseorang dari adzab kubur terbagi menjadi dua:

Dukun dan Ciri-cirinya

Penulis: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc
Perdukunan, ramalan nasib, dan sejenisnya telah tegas diharamkan oleh Islam dengan larangan yang keras. Sisi keharamannya terkait dengan banyak hal, di antaranya:
1. Apa yang akan terjadi itu hanya diketahui oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka seseorang yang meramal berarti ia telah menyejajarkan dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal ini. Ini merupakan kesyirikan, membuat sekutu (tandingan) bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Atau;

Qalbu yang Selalu Mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala

Penulis: Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sambil memegang kedua pundakku: 
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Tinggallah di dunia ini seakan-akan kamu sebagai orang asing atau orang yang numpang lewat.”
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma kemudian menyatakan:
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Apabila kamu berada di waktu sore maka janganlah engkau tunda (untuk beramal) sampai waktu pagi. Dan apabila kamu berada di waktu pagi maka jangan engkau tunda (untuk beramal) sampai waktu sore. Pergunakan waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Pergunakan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Bukhari)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata:
Ketika seorang hamba memulai menapakkan kakinya di dunia ini, dirinya telah memulai perjalanan menuju Rabbnya. Sedangkan waktu perjalanannya adalah umur yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuknya. Setiap siang dan malam yang ia lalui merupakan jarak tempuh dalam rangka menuju Rabbnya l.
Seorang hamba akan menjalani hari-harinya sampai selesai perjalanan hidupnya. Maka, seorang hamba yang cerdas akan menyambut hari-harinya agar dapat melewatinya dengan selamat dan membawa keberuntungan. Demikianlah, ia selalu melewati hari-harinya. Tidaklah waktu berlalu dalam keadaan hatinya lalai/keras, memiliki angan-angan yang panjang, dan suka menunda-nunda amalan. Akan tetapi ia khawatir umurnya tinggal hari itu sehingga ia bersungguh-sungguh menjalaninya dengan sebaik-baiknya.
Karena sesungguhnya jika seorang hamba meyakini bahwa hari-harinya sangat sempit dan akan berlalu dengan cepat, maka akan membuat dirinya ringan dan segera beramal. Jiwanya selalu tunduk untuk bersiap diri menghadap Rabbnya. Apabila datang waktu dan hari, ia berusaha menyongsong dan menyambutnya. Keadaan seperti inilah yang senantiasa ia lalui, hingga akhir perjalanan hidupnya.
Usahanya akan mendapatkan pujian. Ia akan bergembira dengan apa yang telah ia persiapkan untuk suatu hari yang ia membutuhkan amalannya. Maka apabila telah datang terangnya hari akhirat dan berlalu kegelapan dunia, perjalanan hidupnya akan mendapatkan pujian. Usahanya akan mendapatkan balasan.
Alangkah bagusnya usaha untuk menyambut hari akhirat, hingga kebahagiaan nampak jelas di hadapannya.
(Diambil dari kitab Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain, hal. 185-186, dengan sedikit perubahan)

sumber:asysyariah.com

Kamis, 16 September 2010

Nasehat Nan Penuh Kenangan

Penulis: Al Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsary
Al Imam Abu Dawud meriwayatkan dari sahabat yang mulia Al ‘Irbadh bin Sariyah radliallahu anhu, bahwa ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menasihatkan kepada kami dengan satu nasihat yang menggetarkan hati-hati kami dan air mata pun berlinang karenanya. Maka ketika itu kami mengatakan: “Duhai Rasulullah, nasihat ini seperti nasihat orang yang mau mengucapkan selamat tinggal, karena itu berilah wasiat kepada kami.” Beliau pun bersabda: 

KUFUR

Penulis: Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc

Kekafiran atau kufur dalam bahasa Arab asalnya berarti penutup. Adapun dalam istilah syariat berarti lawan dari iman. 

Menghidupkan Sunnah Nabi yang Kian Terasing

Penulis: Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc
Dahulu Rasulullah pernah mewasiatkan umatnya agar berpegang dengan kuat pada ajaran (Sunnah) beliau. Namun kini umatnya lebih banyak yang meninggalkan ajaran nabinya, meski di sana menanti adzab yang keras dari Allah. 

Menaruh Kepercayaan Pada Ulama

Penulis: Ustadz Qomar Suaidi

Pembahasan masalah ini perlu dilakukan sebab tidak sedikit orang-orang yang terdorong oleh ghirah dan semangat keagamaan yang tinggi namun tidak terdidik di atas ilmu yang mapan dan di bawah bimbingan Ahlus-Sunnah, menyangsikan fatwa para ulama dan pengarahannya di saat tidak sesuai dengan keinginan mereka. Dalam pandangan mereka bahwa para ulama tidak mengetahui realita, tidak mengerti makar-makar musuh, ilmu mereka hanya sebatas haid dan nifas atau masalah thaharah (bersuci). Sedang mereka merasa lebih tahu realita sehingga merasa lebih berhak berfatwa dan dianggap ucapannya.

Qalbu Mengeras Karena Jauh Dari Allah

Penulis: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: 
“Maka celakalah bagi mereka yang keras qalbunya dari berdzikir kepada Allah. Mereka berada dalam kesesatan yang nyata.” (Az-Zumar: 22)