Kamis, 26 Agustus 2010

Memperbaiki Beberapa Kesalahan dalam Bulan Ramadhan (5)

Penulis: Al Ustadz Abul Fadhl Shobaruddin
Kedelapan belas : Menghabiskan waktu di bulan Ramadhan dengan perbuatan dan perkataan sia-sia
Sebagaimana hadits dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu dikeluarkan oleh Imam Bukhary dan lainnya:
مَنْ لَمْ يَدْعُ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya maka Allah subhanahu wa ta’ala tidak ada hajat (pada amalannya) ia meninggalkan makan dan minumannya.”

Dan juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang hasan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
“Bukanlah puasa itu (menahan) dari makan dan minumannya (semata), puasa itu adalah (menahan) dari perbuatan sia-sia dan tidak berguna”.
Hadits ini menunjukkan larangan untuk berkata sia-sia, dusta, serta beramal dengan pekerjaan yang sia-sia.
Dan juga dalam hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary dan Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :
إِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ سَابَّهُ فَلْيَقُلْ إِنَّيْ صَائِمٌ
“Apabila ada orang yang mencelanya maka hendaklah ia berkata : “Sesungguhnya saya ini berpuasa”.
Kesembilan belas : Menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah tangga di akhir bulan Ramadhan


Menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah tangga sehingga melalaikannya dari ibadah diakhir bulan Ramadhan, khususnya pada sepuluh hari terakhir, ini adalah hal yang bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yang seharusnya pada 10 hari terakhir kita lebih menjaga dengan melakukan ibadah yang sebanyak-banyaknya.
Keduapuluh : Membayar Fidyah sebelum meninggalkan puasa
Membayar Fidyah sebelum meninggalkan puasanya, seperti wanita hamil 6 bulan yang tidak akan berpuasa di bulan Ramadhan, lalu membayar fidyah untuk 30 hari sebelum Ramadhan atau di awal Ramadhan. Tentunya ini adalah perkara yang salah, karena kewajiban membayar fidyah dibebankan atasnya apabila ia telah meninggalkan puasa, sedang di awal Ramadhan ia belum meninggalkan puasa sehingga belum harus baginya membayar fidyah.
Keduapuluh satu : Anggapan bahwa darah yang keluar dari dalam mulut dapat membatalkan puasa
Darah yang keluar dari dalam mulut selama tidak sampai ketenggorokan (tidak tertelan) maka tidak membatalkan puasa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla (2/214) bahwa : “Tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) dalam permasalahan ini yakni darah yang keluar dari dalam mulut selama tidak sampai ketenggorokan maka tidak membatalkan puasa”.
Disebutkan pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Syarhul ‘Umdah 1/477.
Seandainya ada khilaf dalam masalah ini maka pendapat yang kuat yakni tidak membatalkan puasa. Adapun kalau darah itu keluar dari dalam mulut kemudian ditelan dengan sengaja maka hal ini dapat membatalkan puasa, ini sebagimana keumuman nash-nash yang ada.
Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad dan pendapat para ‘ulama di zaman sekarang.
Lihat : Syarhul ‘Umdah 9/477, Fatawa Ramadhan 2/460, Syarahul Mumti’ 6/429.
Wallahu Ta’ala A’lam Wa Fauqo Kulli Dzi ‘Ilmin ‘Alim.
http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=Fiqh&article=62&page_order=5
sumber:akhwat.web.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar