Sabtu, 07 Agustus 2010

HUKUM-HUKUM PUASA RAMADHAN

Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi  

DEFENISI PUASA
Puasa (shaum) secara bahasa berarti menahan diri. Seperti Firman Allah Ta’ala
فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
“maka jika engkau melihat seseorang dari manusia maka katakanlah: sesungguhnya aku telah bernadzar kepada Allah untuk bershiyam (menahan diri), maka aku tidak akan berbicara dengan seorangpun pada hari ini.”[1]




Adapun secara istilah maka shiyam adalah:
التعبد لله عز وجل بالإمساك عن الأكل والشرب وسائر المفطرات من طلوع الفجر إلى غروب الشمس
“beribadah kepada Allah dengan Menahan diri dari makan,minum dan segala yang membatalkan, dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari”.[1]
Ibnu Utsaimin berkata:wajib difahami sebab dimasukkannya tambahan “beribadah –kepada Allah-“ dalam defenisi, sebab kebanyakan dari para fuqaha’ tidak menyebutkannya,namun mereka hanya mengatakan: “menahan diri dari segala yang membatalkan……dst”.[2]

WAJIBNYA BERPUASA DIBULAN RAMADHAN
Kewajiban berpuasa di bulan ramadhan dan bahwa ia termasuk salah satu dari rukun islam, ditetapkan berdasarkan Al-qur’an,As-sunnah,dan kesepakatan para ulama. Adapun dari al-qur’an,maka Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”[3]
Dan firman Allah Ta’ala:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“siapa diantara kalian yang melihat bulan (ramadhan) maka hendaklah ia berpuasa”.[4]
Adapun dari sunnah,diantaranya adalah sabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam:
بني الإسلام على خمس  :  شهادة أن لا إله إلا الله و أن محمدا رسول الله و إقام الصلاة و إيتاء الزكاة و حج البيت و صوم رمضان
“Islam dibangun diatas lima perkara:bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, menegakkan shalat,menunaikan zakat,berhaji ke baitullah,dan berpuasa ramadhan.”[5]
Dan para ulama sepakat tentang wajibnya. Diantara yang menukilkan ijma’ adalah: Ibnu Qudamah,An-Nawawi,dan yang lainnya.[6]

KAPAN DITETAPKAN WAJIBNYA PUASA RAMADHAN?
Awal puasa ramadhan diwajibkan pada tahun kedua hijriyah.Al-Mardawi dalam Al-Inshaf mengatakan: “diwajibkan puasa ramadhan pada tahun kedua berdasarkan kesepakatan (ijma’), Dan Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam berpuasa selama Sembilan ramadhan.”[7]

Ibnul Qayyim berkata: petunjuk Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam adalah petunjuk paling sempurna,dan yang paling mulia dalam menghasilkan tujuan, dan yang paling mudah diterapkan kepada setiap jiwa.Tatkala menyapih diri dari sesuatu yang jinak dan yang sejalan dengan syahwat merupakan hal yang paling berat dan sulit, maka kewajiban berpuasa dalam islam ditunda hingga dilakukannya hijrah. Sehingga tatkala jiwa-jiwa tersebut telah kokoh diatas tauhid dan shalat, dan telah menyatu dengan berbagai perintah-perintah al-qur’an. Maka terjadilah perubahan hukum puasa secara berperiode:

Periode pertama: diwajibkan berpuasa dengan diberi pilihan,antara berpuasa atau memberi makan setiap hari kepada satu orang miskin (membayar fidyah). Diriwayatkan dari Salamah bin Al-Akwa’ bahwa beliau berkata: tatkala turun firman Allah Subhaanahu wata’aala:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“dan atas mereka yang sanggup (berpuasa) adalah membayar fidyah berupa makanan kepada orang miskin (bila tidak berpuasa)”[8]
Maka siapa yang ingin berbuka (tidak berpuasa) dan membayar fidyah.Sampai turun ayat yang setelahnya yang menghapus hukum tersebut.”[9]

Periode kedua: perubahan hukum puasa dari pilihan menjadi ketetapan wajibnya tanpa ada pilihan.Namun bagi orang yang berpuasa jika tertidur sebelum ia sempat makan,maka diharamkan atasnya makan dan minum hingga malam yang berikutnya.Sebagaimana yang diriwayatkan dari Al-Bara’ bin Azib bahwa beliau berkata:
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ الرَّجُلُ صَائِمًا فَحَضَرَ الْإِفْطَارُ فَنَامَ قَبْلَ أَنْ يُفْطِرَ لَمْ يَأْكُلْ لَيْلَتَهُ وَلَا يَوْمَهُ حَتَّى يُمْسِيَ وَإِنَّ قَيْسَ بْنَ صِرْمَةَ الْأَنْصَارِيَّ كَانَ صَائِمًا فَلَمَّا حَضَرَ الْإِفْطَارُ أَتَى امْرَأَتَهُ فَقَالَ لَهَا أَعِنْدَكِ طَعَامٌ قَالَتْ لَا وَلَكِنْ أَنْطَلِقُ فَأَطْلُبُ لَكَ وَكَانَ يَوْمَهُ يَعْمَلُ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَجَاءَتْهُ امْرَأَتُهُ فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ خَيْبَةً لَكَ فَلَمَّا انْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِيَ عَلَيْهِ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ { أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ } فَفَرِحُوا بِهَا فَرَحًا شَدِيدًا وَنَزَلَتْ
{ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ }
“Adalah para shahabat Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam ,jika seseorang berpuasa,lalu tiba waktu berbuka,dan dia tertidur sebelum sempat berbuka puasa,maka tidak boleh makan pada malam tersebut dan pada pagi harinya hingga sore hari.Dan Qais bin Shirmah Al-Anshari sedang berpuasa.Maka tatkala tiba waktu berbuka ,dia datang kepada istrinya lalu berkata kepadanya: “apakah engkau punya makanan?” Istrinya menjawab:” tidak ada.Tapi saya akan pergi mencarikannya untukmu.” Pada hari itu beliau bekerja,sehingga kedua matanya mengalahkannya (tertidur). Maka istrinya datang kepadanya, dan tatkala melihat suaminya diapun berkata: “alangkah ruginya engkau”.Maka tatkala disiang hari diapun pingsan. Maka hal tersebut disampaikan kepada Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, maka turunlah ayat ini:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ
"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu”[10]
Maka merekapun sangat bergembira,dan turun pula ayat:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam dari fajar”[11]

Periode ketiga: dihapusnya hukum yang terdapat pada periode kedua,dan inilah yang telah ditetapkan oleh syari’at hingga hari kiamat.[12]


[1] QS.Maryam: 26.
[1] Lihat:Asy-syarhul mumti’,Ibnu Utsaimin: 6/310.lihat pula defenisi yang semakna dengannya dalam al-majmu’:7/176,dan fathul bari:4/102.
[2] Asy-syarhul mumti’:6/301.
[3] QS.Al-baqarah:183.
[4] QS.Al-baqarah:185.
[5] HR.Bukhari (kitabul iman,bab: buniyal islam ‘ala khams: 1/8),Muslim (bab: bayani arkanil islam:16).
[6] Lihat:Al-Mughni,Ibnu Qudamah:3/3,Al-majmu’,An-Nawawi:6/252.
[7] Al-Inshaf:3/269.Lihat pula: majmu’ fatawa Ibnu Taimiyyah:25/295-296,dan zaadul ma’aad,Ibnul Qayyim:2/23.al-majmu’,An-Nawawi:6/250.
[8] QS.Al-baqarah: 184
[9] Hadits shahih riwayat Bukhari ,kitab: tafsir al-qur’an,bab: man syahida minkumusysyahra : 8/4507,bersama fathul bari.Muslim:kitabus shiyam,bab:bayani naskhi qaulihi Ta’ala “wa ‘alal ladziina yuthiqunahu”:1145.
[10] QS.Al-baqarah:187
[11] HR.Bukhari (kitab: Ash-shaum,bab: qaulullahi Ta’ala:uhilla lakum lailatash shiyaam.4/1915.
[12] Lihat: zaadul ma’ad:2/23-24.

sumber:salafybpp.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar