Sabtu, 10 April 2010

RUMAHMU ADALAH SURGAMU

Abu Maryam Majdi bin Fathi As-Sayid

Saudaraku muslimah...

Istri shalihah percaya bahwa tempat terbaik untuk menjaga diri dari keterjerumusan ke dalam jurang kebinasaan adalah tinggal di rumahnya, karena itu ia tidak menjadi orang yang suka keluar dan pergi dari rumah.

 Istri shalihah beriman terhadap firman Allah -Ta'ala-, yaitu perintah untuk tinggal di dalam rumahnya. Alah Ta'ala berfirman:
"Dan tinggallah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian." (Al-Ahzaab:33)

Makna ayat ini adalah perintah agar para wanita tetap tinggal di dalam rumah, meskipun asalnya ayat ini ditujukan kepada para istri Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- namun wanita selain termasuk ke dalam ayat ini dari sisi maknanya.

Hal ini kalau tidak ada dalil khusus yang mencakup seluruh wanita, bagaimana? Sedangkan syariat telah menerangkan agar supaya wanita tinggal di rumah mereka dan menahan diri untuk keluar dari rumah kecuali untuk suatu yang darurat. Allah -Ta'ala- memerintahkan kepada para istri Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- untuk tetap tinggal di rumah-rumah mereka dan mereka menjadi orang yang dituju oleh ayat tadi secara langsung sebagai bentuk penghormatan bagi mereka.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/482), "Tetaplah kalian dalam rumah kalian, janganlah keluar tanpa ada kebutuhan, di antara kebutuhan yang syar'i adalah shalat di masjid dengan berbagai syaratnya.
Muhammad bin Siriin berkata, "Saya diberitahu bahwa Saudah (istri Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam-) pernah ditanya: "Kenapa kamu tidak haji dan juga tidak umrah seperti yang dilakukan saudari-saudarimu? " Ia menjawab, "Saya sudah pernah haji dan juga pernah umrah, Allah –Ta'ala- memerintahkan untuk tetap tinggal di rumahku. Demi Allah, saya tidak akan keluar dari rumahku sampai mati."

Muhammad berkata, "Demi Allah, ia tidak pernah keluar dari pintu kamarnya hingga ia keluar dalam keadaan sudah menjadi jenazah."

Ibnul Arabi –rahimahullah- berkata: "Sungguh saya telah memasuki beribu-ribu kampung, saya belum pernah melihat para wanita yang lebih menjaga keluarganya dan menjaga harga dirinya daripada wanita negeri Nablus, suatu negeri yang Nabi Ibrahim pernah dilemparkan ke dalam api. Saya pernah tingal di negeri tersebut dan saya tidak pernah melihat seorang perempuan pun di jalanan pada siang hari kecuali pada hari Jum'at hingga masjid-masjid pun penuh sesak dengan mereka. Bila telah selesai shalat maka mereka segera kembali ke rumah mereka dan saya tidak melihat seorang perempuan pun sampai hari Jum'at berikutnya".

Al 'Allamah Kamaluddin Al-Adhami –rahimahullah- berkata, "Tetap tinggal di rumah bagi perempuan adalah gerbang kebaikan, yang memeasukinya akan aman kehormatannya, jiwanya, hartanya, agamanya dan kemualiaannua. Rumah adalah tempat yang paling mulia untuk menjaga harga diri dan kehormatan, karena ia dapat menunaikan kewajiban rumah tangganya, dapat memenuhi hak suami dan anak-anaknya, serta menjalankan ajaran agamanya tapa disibukkan dengan berbagai kesibukkan di luar rumah. Bahkan ia punya waktu luang untuk tetap beribadah, membaca buku-buku agama dan mempelajari ahlak yang sejati".

Saat itulah ia bisa menikmati lezatnya hidup, ia juga akan bisa menyadari bahwa kebahagiaan telah menyelimutinya. Bagaimana tidak demikian, Rabbnya telah ridha kepadanya, suaminya puas dengannya karena ia menjalankan semua yang menjadi kewajibannya. Kebahagiaan mana yang lebih besar bagi seorang perempuan dari pada keridhoan Rabbnya dan kepuasan suaminya.

Hal ini sangat berbeda dengan perempuan yang suka keluar dan pergi dari rumahnya, perempuan yang tidak betah tinggal di rumahnya walau sesaat. Bahkan sukanya pergi kesana kemari baik malam maupun siang hari. Berkumpul dan berbaur dengan semua orang tanpa melihat apakah itu mahram atau bukan, halal atau haram. Bila pulang ke rumahnya maka kepala sudah penuh berbagai macam tuntutan dan permintaan karena pengaruh apa yang dilihat dan disaksikannya. Lalu ia meminta uang kepada suaminya dan kadang keadaan suaminya tidak mampu memenuhi permintaannya maka mulailah menyala api perselisihan di antara keduanya. Lantas ia pun tak peduli dengan urusan rumahnya, pendidikan anak-anaknya, tidak menjalankan kewajiban terhadap Rabbnya juga terhadap suaminya. Ia pun melecehkan buku-buku agama dan adab jika ia bisa membaca dan menulis, bahkan ia konsentrasi untuk membaca buku murahan dan buku-buku vulgar, bila dinasehati oleh suaminya maka ia merbangga dengan dosa yang dilakukannya malah ia akan menyerang balik dengan mencaci maki dan mencela.

Pada setiap saat kamu mendapatinya sesak dadanya, picik pemikirannya dan inilah balasannya dengan sebab apa yang diperbuatnya. Allah Ta'ala telah berfirman:
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (Thaha:124)

Itu semua adalah akibat keluar rumah dan tidak ada keterikatan dengan hukum syar'i. Dampak negatif keluar dari rumah dan tidak menetap didalamnya yang pertama kali nampak adalah melecehkan dan meremehkan kenikmatan yang ada padanya, menganggap suaminya dengan sebelah mata karena ia telah melihat kehidupan yang lebih enak dari pada yang dialaminya dan mulailah ia mencela suaminya karena materi, apalagi kalau suaminya lebih tua atau terlambat memberikan nafkahnya.

Saudaraku muslimah...

Islam menghendaki seorang istri shalihah berada dalam keadaan yang sangat baik, jauh dari keragu-raguan dan syubhat-syubhat.

Karena itu bila memang ada kebutuhan yang mendesak untuk keluar maka hendaknya ia keluar dengan memakai hijab (pakaian penutup aurat), berjalan dengan sopan, menundukkan mata, dan menghindari jalan bagian tengah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah -Radhiyallaahu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -Shalallahu 'alaihi wa sallam- bersabda:
"Tidak boleh bagi wanita di jalan bagian tengah." Hadist Hasan , diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (7/447), Ad-Daulabi (1/45), Al Baihaqi (7821,7823) dan dalam kitab Syu'abul Iman dan ada beberapa penguatnya.

Wanita shalihah yang berjalan dipinggir jalan jauh dari bagian tengahnya, karen aberjalan di tengah jalan merupakan sebab dirinya menjadi sasaran pandang kaum lelaki, lalu berjalannya tersebut menghilangkan kewibawaan dirinya dan penghormatan kepadanya.

Adapun wanita yang berjalan di pinggir jalan jauh dari tengahnya, maka ia telah mengurangi sorotan pandang lelaki dan menjauhkan penilaian negatif terhadap dirinya. Ia keluar rumah dengan memakai hijabnya, berjalan dengan penuh penghormatan, jauh dari segala hal yang mendatangkan syubhat.

Saudaraku muslimah...

Maksud dari hadits ini bukan seperti yang banyak disangka oleh sebagian besar muslimah bahwa maksud dari hadits ini adalah membatasi ruang gerak seorang perempuan atau mengurangi peranannya, sesungguhnya maksudnya adalah untuk mengatur bagaimana seorang perempuan keluar dari rumahnya.

Hukum asal seorang perempuan adalah tinggal di rumahnya, memikirkan urusan rumahnya dan tidak keluar kecuali dalam keadaan darurat saja. Kalaulah seorang perempuan ingin bekerja maka harus pada hal-hal yang dibolehkan oleh syariat yang lurus ini berupa pekerjaan-pekerjaan yang memang khusus bagi kaum hawa.

Adapun seorang perempuan keluar dari rumahnya dengan berpenampilan tabarruj (berdandan dan tidak menutup aurat), berkeliaran di jalan-jalan, bercampur baur dengan lelaki dengan anggapan bahwa ia sedang bekerja dan berusaha maka perkara ini memerlukan pemikiran yang panjang. Seorang perempuan mestinya introspeksi diri dan menimbang-nimbang pekerjaannya. Kemanakah perginya agama dia karena sebab ngobrol dengan lelaki dalam perkara yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaanya? ?

Bahkan kemanakah perginya pekerjaannya yang semestinya seorang perempuan berlomba-lomba untuk bisa memberikan manfaat kepada anak-anak generasi kaum muslimin atau untuk kaum hawa sejenisnya?

Sesungguhnya seorang istri pada saat ini menganggap bahwa pekerjaan merupakan sarana untuk mencukupi dirinya dan dunianya, menurut kadar pemahaman agamanya yang lemah.

Lalu bagaimana keadaanmu wahai para istri dan saudariku muslimah? Andai Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- melihat apa yang dilakukan oleh para wanita saat ini dan melihat perbuatan mereka yang sia-sia di jalanan juga melihat pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh wanita saat ini, apakah yang akan dikatakan oleh beliau Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam-?!!

Ibu kita, Aisyah -radhiyallahu 'anha- berkata, "Andai Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- melihat apa yang dilakukan oleh para wanita saat ini, tentulah beliau tidak akan mengizinkan mereka untuk keluar, yakni keluar untuk ke masjid untuk shalat."

Perkataan beliau ini diucapkan tak selang lama setelah wafat Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam-, lantas bagaimana keadaan para wanita pada zaman kita ini yang sangat jauh dari zaman Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- dan telah lewat lima belas abad dari masa Beliau -shalallahu 'alaihi wa sallam-

Wahai para wanita yang ingin mencapai martabat istri shalihah. Wahai para wanita yang menginginkan kebahagiaan rumah tangga. Kalian harus tetap tinggal di rumahmu, menangislah untuk kesalahanmu dan carilah keridhaan Rabb-mu

Disadur dan diterjemahkan oleh Al-Ustadz Abu Muqbil Ahmad Yuswaji dari kitab Linnisaa Faqath, Az-Zaujah Ash-Shalihah
Sumber: Majalah As-Salaam no.IV/Tahun II-2006M/1427H









Tidak ada komentar:

Posting Komentar